Subscribe Us

header ads

Retardasi Mental Kaum Marjinal




Oleh : Ahmad Ainur Rofiq*
Sekretaris Umum HMI Komisariat Dakwah UIN Walisongo Semarang
Sudah menjadi penyakit akut di sejumlah kota-kota besar khususnya di Ibukota Indonesia, Sering kali kita menemui anak jalanan bertaburan di sepanjang jalan. Uluran tangan mungil yang tak berdosa berharap akan belas kasih pengguna jalan, menjadi pemandangan tersendiri yang tak asing lagi bagi pengendara motor dan mobil pada umumnya. Kehadiran anak jalanan atau kaum marjinal tentu membuat perjalanan pengendara motor dan mobil merasa terganggu dengan kehadirannya.
Kehadiran anak jalanan atau kaum marjinal diperkirakan pada setiap tahun akan mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Diperoleh sebuah data dari Depatemen Sosial bahwa pada tahun 1997 jumlah anak jalanan di 12 kota besar Indonesia mencapai 10.000 anak jalanan.  Lanjut pada tahun berikutnya yakni 1998 jumlah anak jalanan membengkak sampai 50.000 anak jalanan.  Selain itu, Biro Data Statistik memberikan penjelasan bahwa jumlah anak jalanan di kota besar mengalami peningkatan pada februari 2010  mencapai angka 323.125.
Dari sejumlah data yang diperoleh ditarik sebuah kesimpulan bahwa masih banyak anak jalanan di Indonesia yang tidak bisa mengenyam bangku pendidikan sebagaimana anak pada  mestinya. Padahal kebutuhan akan pendidikan khususnya pada anak merupakan hal wajib. Mengapa demikian?. Sebab ilmu pengetahuan yang diperoleh dari sebuah pendidikan akan mengantarkan seseorang pada derajat yang lebih tinggi. Selain itu, pendidikan juga berfungsi dalam mencetak sumber daya manusia (SDM) yang cerdas, terampil, dan mampu bersaing.
Namun, harapan bangsa Indonesia untuk mencetak SDM yang mempuni hanya sebuah angan-angan belaka. Karena dalam realitanya, pemerataan pendidikan di Indonesia dirasa belum sepenuhnya merata. Semisal kehidupan anak jalanan atau kaum marjinal sangat minim sekali akan adanya pendidikan atau pembelajaran yang mereka peroleh secara langsung dari pemerintah. Bahkan akibat daripada itu, tak ayal banyak anak jalanan yang harus membanting tulang demi mencukupi kebutuhan primer. Disisi lain, bila dilihat dari segi kematangan usia tentu  belum saatnya pekerjaan tersebut dilakukan. Melainkan, sejatinya usia yang masih fresh seharusnya digunakan untuk mencari ilmu pengetahuan secara luas.
Untuk memperoleh ilmu pengetahuan luas, maka salah satu cara yang ditempuh yaitu bisa melalui jasa seorang guru pendidik yang siap menemani anak jalanan dalam hal mencari ilmu. Disisi lain, semangat yang tinggi yang dimilki oleh anak jalan dalam mencari ilmu tidak di imbangi dengan adanya guru pendidik yang mengajari pada setiap saat. Oleh karena itu, wajar apabila anak jalanan atau kaum marjinal mengalami retardasi mental. Retasdasi mental adalah perlambatan  perkembangan intelegensi. Apabila Intelegensi (Kecerdasan) tidak sering-sering di asah, maka kemampuan otak akan mengalami  stagnasi. Untuk mencegah agar tidak terjadi stagnasi intelegensi, maka pemerintah perlu mencari solusi supaya potensi yang dimiliki setiap anak jalanan mampu berkembang dengan baik.
Berdasarkan hasil penelitian, perkembangan kecerdasan otak  anak secara pesat terjadi pada usia 8 tahun. Dan baru mencapai puncakanya ketika manusia berumur 18 tahun. Dari pernyataan diatas, memberikan dorongan terhadap anak jalanan pada khususnya akan  pentingya kebutuhan pendidikan dalam mengembangkan kecerdasan otak. Sebaliknya, Hal yang cukup menghawatirkan apabila sesorang anak tidak meperoleh kesempatan dalam belajar dan akan mengakibatkan perkembangan kecerdasan otak menjadi tumpul.
Oleh karena itu, Dukungan dari pemerintah sangat membantu sekali dalam hal memajukan kecerdasan bangsa. Kecerdasan bangsa bisa diperoleh melalui jalan pendidikan. Dan pada dasarnya setiap individu yang menempati sebuah negara memiliki hak atas kebutuhan pendidikan. Sebagaimana tertulis dalam Peraturan pemerintahan No 47 tahun 2008 di sebutkan bahwa setiap warga Negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan tanpa membedakan latar belakang ekonomi, agama, suku, ras, dan budaya.
 Namun dalam realitanya terjadi dikotomi, hanya orang-orang tertentu saja atau memiliki uang yang mampu mengenyam pendidikan. Tentu hal tersebut dirasa tidak adil apabila merujuk pada peraturan pemerintah No 47 tahun 2008. Sebab, Idealnya hak setiap warga negara sama terlebih dalam hal pendidikan. Oleh karena itu, pemerintah harus lebih aktif dalam memahami fenomena sosial yang berkenaan dengan masalah pendidikan. Pemerintah harus lebih berani menciptakan terobosan baru dalam hal melawan kebodohan di bumi ibu pertiwi  ini.
Sehubungan dengan pernyataan diatas, pemerintah harus mampu menyediakan pendidikan yang berkualitas khususnya bagi anak jalanan. Dalam arti, baik dari segi sarana maupun prasarana dalam kegiatan proses belajar mengajar memadai. Selain itu, kualitas pendidik juga harus memenuhi standarisasi. Dengan demikian, melalui pendidikan berkualitas anak jalanan mampu mengembangkan potensi dalam diri sendiri untuk melangkah jauh lebih cerdas. Dan semoga dengan memiliki sumber daya manusia yang cerdas negara Indonesia mampu bangkit dari keterpurukan. 

Post a Comment

0 Comments